KABUPATEN BEKASI – Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi Saeful Islam menyayangkan rendahnya kesadaran para pengembang perumahan untuk menyerahkan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) ke pemerintah daerah. Dari sekitar 540 pengembang di Kabupaten Bekasi, baru 90 pengembang atau 15 persen yang menyerahkan fasos-fasum ke Pemda Bekasi.
Padahal aturan mengenai penyerahan fasos-fasum jelas diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2017 tentang Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU). Dengan aturan itu, pengembang dengan luas lahan 1-5 hektare wajib menyerahkan fasos-fasum dalam tiga tahun, sementara proyek 5-10 hektare diberi batas waktu lima tahun.
Namun, dalam praktiknya, penyerahan fasos-fasum sering terkendala berbagai permasalahan. Salah satunya adalah dugaan adanya praktik oknum yang meminta biaya tambahan saat pemecahan sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini membuat sebagian pengembang enggan atau menunda kewajibannya.
“Kami akan panggil BPN untuk memastikan apakah ada biaya tambahan yang dibebankan kepada pengembang atau ada oknum yang bermain dalam proses ini,” katanya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, DPRD Kabupaten Bekasi telah memasukkan revisi perda fasos-fasum dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) tahun ini. Pembahasannya dijadwalkan berlangsung pada triwulan kedua atau ketiga.
Saeful Islam menegaskan, pengembang seharusnya memenuhi kewajibannya tanpa harus menunggu dipaksa oleh pemerintah daerah.
“Banyak developer yang sudah menyelesaikan pembangunan perumahan, jadi tinggal serahkan saja fasos-fasumnya ke Disperkimtan,” tambahnya.
Pihaknya berharap revisi perda dapat mempercepat proses penyerahan fasos-fasum, sehingga fasilitas yang seharusnya menjadi hak masyarakat dapat segera dimanfaatkan secara optimal. (**)