BEKASI – Produsen kue keranjang di Kabupaten Bekasi mengalami peningkatan cukup pesat jelang Tahun Baru Imlek 2025. Tak haya dari dalam kota, pesanan juga datang dari luar kota.
Dalam sehari pengrajin kue keranjang ini bisa memproduksi hingga satu ton atau lebih dari seribu bungkus kue khas tersebut.
Di tengah gempuran persaingan modern, Ester (53) seorang pengusaha kue keranjang, yang jajakan di rumahnya, Kampung Cabang Kebun Kelapa, Desa Karangasih, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, tetap mempertahankan tradisi pembuatan kue keranjang secara turun-temurun.
Meski menghadapi kenaikan harga bahan baku, usaha yang diwariskan dari mertuanya ini terus berproduksi dengan cara tradisional menggunakan kayu bakar.
“Semua bahan baku naik, seperti gula, tepung, dan beras ketan. Jadi, kami terpaksa menaikkan harga sedikit, tapi kualitas tetap kami jaga,” ujar Ester saat ditemui, Senin (20/1/2025).
Saat ini, kue keranjang biasa dijual seharga Rp 32.000 per kilogram, sedangkan kue keranjang susunan dibanderol Rp 34.000 per kilogram.
Meski begitu, Ester mengakui ada pembeli yang memahami kenaikan harga. Sementara sebagian lainnya masih mencoba untuk menawar.
“Untungnya pelanggan setia kami tetap ada, pesanan datang dari Jakarta, Bandung, Bekasi, Karawang, hingga Pamanukan,” ucapnya.
Tahun ini, Ester menggunakan sekitar 50 bal beras ketan, dengan setiap balnya berbobot 50 kilogram. Ia juga menambah jumlah karyawannya dari 10 menjadi 12 orang untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, terutama menjelang Imlek.
“Biasanya seminggu sebelum Imlek pesanan melonjak. Sekarang pun sudah mulai terlihat peningkatannya,” katanya.
Sebagian besar pekerjanya berasal dari sekitar desa, sementara lainnya adalah karyawan turun-temurun dari Pebayuran, sebuah tradisi yang ia jaga hingga kini.
Produksi Tradisional yang Tetap Digemari
Proses produksi kue keranjang Ester sejak 1993 itu masih menggunakan metode tradisional. Tepung beras digiling, dicampur cairan gula yang dimasak, kemudian dicetak, dikukus, dan siap menjadi kue keranjang.
“Kami tetap menggunakan kayu bakar untuk memasak karena aromanya lebih khas dan memberikan rasa yang lebih asli,” ungkap Ester.
Ia berharap usahanya tetap berkembang meski persaingan semakin ketat. “Harapan saya, usaha ini bisa terus maju dan tradisi ini tidak hilang. Orang-orang masih mencari yang tradisional karena kualitas dan rasa yang lebih autentik,” pungkasnya. (***)