Pertemuan Puan – AHY : Rekonsiliasi Atau Reposisi?

KABUPATEN BEKASI – Puan ternyata tak main-main dengan “statement”nya beberapa waktu lalu. Disaat PDIP sedang “galau” untuk mencari pasangan Ganjar sebagai Cawapres, putri kesayangan Megawati itu menyebut nama Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY sebagai salah satu kandidat terkuat selain Erick Tohir, Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno.

Mungkin masyarakat menganggap penyebutan nama AHY oleh Puan, cuma sebatas candaan atau gurauan politik ditengah “keringnya” hubungan PDIP – Partai Demokrat.

Hubungan politik antara PDIP dengan Partai Demokrat selama ini memang selalu tak mesra. Hal ini sudah cukup lama berlangsung sejak SBY terpilih menjadi Presiden RI pada tahun 2004 lalu. PDIP selama Partai Demokrat menjadi “The ruling party” mulai 2004 sd 2014 (10 tahun) memposisikan diri sebagai Oposan diluar Pemerintahan. Artinya, PDIP enggan bergabung menjadi bagian dari Pemerintahan SBY.

Demikian pula sejak PDIP mengambil alih kursi terbanyak di DPR bersama koalisinya sejak pemilu 2014. Partai Demokrat bersama PKS memposisikan diri sebagai Partai Oposisi yang tak bersedia bergabung kedalam koalisi Pemerintah. Walaupun kedua Parpol diatas berperan sebagai Partai Oposisi (dalam konstitusi UUD 1945 sebenarnya tak ada satupun pasal menyebut tentang oposisi), namun secara kuantitas selalu kalah dari kumpulan suara kaum koalisi yang dikomandani PDIP di Parlemen tersebut. Walhasil, sebenarnya sistem “check and balances” di Parlemen tak bisa berjalan sebagaimana mestinya.

Kembali ke pertemuan Puan-AHY di Plataran area hutan kota yang berada di komplek GBK Jakarta, banyak teka-teki dan dugaan yang berseliweran di masyarakat. Ada yang menilai sekedar pencitraan dan manuver politik PDIP untuk mencoba “mengganggu” soliditas koalisi KPP. Namun tak sedikit yang menilai hal ini sebuah keseriusan PDIP untuk mengajak AHY maju sebagai bacawapres Ganjar.

Yang pasti, peta politik nasional kembali tak jelas dengan manuver cerdik PDIP tersebut. Koalisi Perubahan untuk Perbaikan yang disokong PKS, Partai Demokrat dan Partai Nasdem bisa “retak” dengan insiden politik tersebut. Pencalonan Anies Baswedan sebagai Presiden, bisa gagal total.

Disinilah ditantang soliditas KPP untuk bisa bertahan dari godaan dan rayuan dahsyat PDIP kepada AHY sebagai Bacawapres. Sepertinya PDIP “menangkap” ambisi besar AHY untuk menjadi Cawapres. Satu hal yang selalu menjadi masalah utama dalam konsolidasi KPP setelah ketiga Parpol tsb sepakat untuk mendukung Anies menjadi Cawapres.

Ada 2 (dua) kemungkinan yang bisa terjadi, jika “silaturrahim politik” Puan-AHY berlanjut: AHY menerima pinangan menjadi Bacawapres Ganjar dan KPP bubar, atau AHY menerima setiap pinangan dan undangan Puan, hanya sekedar diplomatis politik agar pencitraan pribadinya tetap berlanjut.

Jika Partai Demokrat terpengaruh dengan ajakan “sexy” PDIP tersebut, bisa jadi rencana pencalonan Anies Baswedan oleh KPP sebagai Presiden 2024 akan gagal total, karena sulit bagi Nasdem dan PKS untuk mencari parpol pengganti PD guna memenuhi “Parliamentary Threshold” 20% sebagaimana diatur UU Parpol.

Begitulah Politik! KEPENTINGAN UNTUK MENDAPATKAN KEKUASAAN JAUH LEBIH UTAMA DAN PENTING DIBANDINGKAN KONSISTENSI, IDEALISME & AMANAH RAKYAT PENDUKUNG!

Kita lihat saja perkembangan selanjutnya yang tentu makin menarik dan “unpredictable”.

“Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun, yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri.” Joseph Schumpeter

Oleh: Dr. Yosminaldi, SH.MM (Pengamat Politik, Hukum & Ketenagakerjaan

Pos terkait