CIKARANG PUSAT – Kabupaten Bekasi akan dijadikan sebagai pilot project penerapan Hubungan Industrial Pancasila (HIP). Pasalnya, Kabupaten Bekasi menjadi salah satu Kabupaten dengan jumlah industry terbesar se-Asia Tenggara.
Pakar Hubungan Industrial, Dr. Salahudin Gafar, S.H, MH menjelaskan jika roh konsep Hubungan Industrial Pancasila sudah ada sejak lama, sejak terbitnya UU No.22 tahun 1957 dimana konsep pokok adalah musyawarah walaupun pada faktanya menimbulkan masalah misalnya terkait kepastian hukum. Konsepnya musyawarah dan musyawarah hanya jika tidak ada titik temu tetap harus melibatkan pihak ke tiga yaitu Disnaker, nah sekarang kita kenal dengan fungsi mediator.
Seiring waktu berjalan, semangat Hubungan Industrial Pancasila terus di benahi agar persoalan kepastian hukum dan keadilan bagi pengusaha dan pekerja itu ada. “Dulu bisa bertahun tahun karena rutenya memanjang melalui gugatan Tata usaha Negara karena P4P itu dianggap pejabat TUN apalagi ada hak veto dari menteri dengan demikian perkara masuk ke MA,” katanya.
Untuk menyempurnakan keluhan masa lalu dengan adigiumbl hubungam inndustrial yang pancasilais maka terbit paket UU No.13 tahun 2003 sebagai hukum materil pengganti UU No 22 tahun 1957 dan UU No. 2 tahun 2004 sebagai hukum acara khusus untuk pertama kali diterapkan di Indonesia, semangatnya adalah keadilan kepastian hukum .
“Sementara itu, dengan adanya UU No.2 tahun 2004 itu ada kepastian seperti waktunya dibatasi, mulai dari proses mediasi saja 30 hari, gugatan dipengadilan juga maskimal 50 hari, sampai putusan MA,” jelas Salahuddin Gafar pada senin (23/08).
Menurutnya, UU No. 2 tahun 2004 ini mencerminkan hubungan industrial pancasila karena mengedepankan musyawarah mufakat dalam menengani permasalah buruh dengan pengusaha, jangan dibayangkan seolah ujug ujug ke apengadialan PHI, karena disana ada proses Bipartit, ada keterlibatan Serikat Pekerja. Nah ini adalah menjadi bagian semangat atau ruh dari Pancasila.
“Kalau mau menjadi pilot project mendesain HIP yang harmonis, yang mau diadopsisi itu filsosifi berpikirnya, konsepnya atau apa? Sebab secara instrument itu sekarang ini sudah lengkap,” ujar Salahudin Gafar.
Meski begitu, Salahuddin mengakui permasalahan buruh dengan perusahaan ada yang sampai juga pada proses pengadilan. Dimana sebagian buruh masih belum percaya terhadap kinerja pengadilan dalam memutuskan perkara hubungan industrial.
“Sekarang itu fokus memperkuat hakim adhock, yang dari unsur buruh itu masih terkesan tidak mewakili keadilan, cara berpikirnya masih seperti buruh Sama juga yang dari unsur pengusaha, sementara hakim karir tidak paham detail soal perburuhan.
Jika ingin mengadopsi roh hubungan industrial yang pancasilais maka maka banyak hal baru yang perlu diperkuat misalanya dengan memperkuat peran mediator untuk menangani permasalah kasus perburuhan. Sebab, kondisi saat ini, jumlah mediator tidak sebanding dengan jumlah perkara yang masuk ke pengadilan.
“Kapastias para mediator juga harus dilevel up, semangat mereka juga harus didorong, dengan pekerjaan yang banyak apakah perlu ada insentif, menyatukan visi dan misi perusahaan dengan aktivitas serikat pekerja, ini lebih bermanfaat dibanding denahmencoba menjual konsep yang tidak jelas,” tegasnya.
Dengan begitu, Salahuddin menegaskan jika UU No.2 tahun 2004 sudah mengcover roh Hubungan Industrial Pancasila.
“Dari pada menjual konsep-konsep yang tak jelas, tidak tahu apa yang mau didorong apakah mau mendorong untuk diubah UU No.2 tahun 2004 atau mengkoreski kembali UU No.13 tahun 2003? Atau UU No.11 tahun 2020 tentang Ciptaker?
Namun demikian pakar penyelesaian perselisihan yang kerap dipergunakan perusahaan asing diberbagai kawasan industri ini mendukung jika ada ide baru yang bermanfaat. Di kaji dulu, biar tahu nanti arahnya , apakah akan ada impact dengan perbaikan hukum materil atau hukum formil, padahal negara sudah mengamanahkan dengan adanya perubahan dengan adanya Perubahan Peraturan Perundangan pasca putusan MK atas UU ciptaker, alih alih mau menciptakan hubungan industrial yang harmonis malah kisruh nanti di area aplikasinya karena sudah aturan hukum materil dan formilnya yang lengkap.
Kita pikirkan serius biar Pak Bupati terbantu, jangan sampai di berikan masukan oleh pihak tertentu yang hanya bermotif ingin mendapatkan keuntungan pribadi sementara konsep dan out putnya tidak jelas, nanti hanya menghabiskan anggaran loh.
Ditanya tentang apa konsep yang bisa di praktekkan untuk terciptanya hubungan industrial harmonis. “Itu hasil penelitian saya itu tinggal bawa saja oleh para elit buruh, pemerintah nanti perbaikan Undang-undang tinggal dibawa itu ke DPR, tinggal duduk manis hasilnya sudah ada itu konsepnya bersifat pre dan preventif dan sudah diuji oleh para pakar dan guru besar,” kata praktisi hukum spesialis perburuhan yang juga dosen Pasca Sarjana Universitas Islam Assyafi iyah Jakarta ini. (red)